Rubrik Power of Mind Radar Bali : Self-Sabotage, Perilaku Toxic ke Diri Sendiri

3 - Self Sabotage, Perilaku Toxic ke Diri Sendiri - Rubrik Power of Mind - Santy Sastra - Radar Bali - Jawa Pos - Santy Sastra Public Speakingh


Rubrik Power of Mind Radar Bali : Self-Sabotage, Perilaku Toxic ke Diri Sendiri

Edisi Minggu, 14 April 2024


Ditulis Oleh :

Santy Sastra (@santysastra)

Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI

Indonesia's Mindset Motivator


KEBANYAKAN orang biasanya tak menyadari saat melakukan self sabotage. Perilaku sabotase diri mengacu pada tindakan yang disengaja atau tidak adanya tindakan yang menghambat kemajuan seseorang dan menghalangi mereka mencapai tujuan.

Pepatah  mengatakan  “Musuh terbesar bukanlah orang lain, melainkan diri kita sendiri” ternyata memang benar adanya. Karena seringkali tidak disadari bahwa kita sedang melawan diri sendiri dan mempersulit diri sendiri mencapai tujuan.

Semua orang pasti ingin bahagia dan sukses, tapi tidak sedikit dari kita justru merusak tujuan hidup dengan perilaku dan pikiran sendiri.

Perilaku ini yang dinamakan self-sabotage atau sabotase diri. Self-Sabotage adalah perilaku atau pola pikir yang tidak disadari merusak atau menghalangi  untuk melakukan apa yang diinginkan untuk mencapai tujuan.

Sabotase diri ini bisa mengikis kepercayaan diri karena setiap kali mengalami kegagalan pada satu tujuan, seakan  itu “membuktikan” bahwa  memang tidak mampu atau tidak layak.

Bentuk sabotase diri yang paling umum dilakukan adalah prokrastinasi (perilaku menunda pekerjaan), perfeksionis, negative self-talk, melukai diri sendiri, penggunaan alkohol atau obat terlarang.

Self-Sabotage bisa terjadi  karena trauma masa lalu, ketika tumbuh di lingkungan yang penuh tekanan, ketakutan, dan kekhawatiran membuat diri terbiasa dengan kesedihan. Bahagia adalah satu kata yang tidak familiar dan bertentangan dengan intuisi.

Hal ini membuat seseorang tumbuh menjadi orang yang menerima nasib apa adanya daripada memperjuangkan hal baik namun penuh tantangan dan ketidakpastian.

Seorang yang merasa rendah diri, merasa bahwa dirinya tidak bisa mencapai kesuksesan. Jika seseorang berpikir bahwa  tidak bisa sukses, maka pada akhirnya tidak akan sukses. Karena apa yang di pikirkan akan memengaruhi tindakan dan berimbas pada hasil.

Perasaan rendah diri ini berhubungan dengan pola asuh orang tua. Menurut Maria Montessori, otak anak pada usia 0 – 6 tahun menyerap banyak hal. “Mereka tidak hanya mengingat apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Semua informasi yang mereka ingat kemudian membentuk kepribadian mereka.”

Setiap orang tidak mengharapkan kegagalan. Takut pada kegagalan ini yang membuat seseorang membatasi diri dan hanya menunggu di zona nyaman. Untuk merasa aman  perlu memiliki kendali atas apa yang akan terjadi ke depannya. Setiap kali akan melakukan sesuatu, muncul perasaan ragu yang akhirnya justru membuat kinerja tidak maksimal.

Menurut Jeffrey Bernstein, seorang psikolog, perilaku sabotase diri ini biasanya dilakukan tanpa sadar. Seseorang terperangkap dalam perilaku ini karena kurangnya pemecahan masalah yang dimiliki. Jadi selalu melakukan self-talk yang negatif. Dibutuhkan kesadaran untuk bisa keluar dari kebiasaan sabotase diri dan mewujudkan hidup yang bahagia.

Hal yang  bisa dilakukan terlebih dahulu adalah menyadari bahwa perilaku sabotase diri ini adalah perilaku yang merugikan. Bisa keluar dari kebiasaan ini dengan mencari dari kebiasaan  yang tampak salah, yang tidak sejalan dengan tujuan jangka panjang .

Tidak mudah untuk bisa menyadari dan keluar dari perilaku sabotase diri. Terutama mengikuti pola-pola perilaku yang sudah dilakukan sejak lama. Jika upaya yang di lakukan tidak memberi dampak apapun, atau hanya berdampak sementara waktu, hubungi hipnoterapis yang bisa membantumu.