Rubrik Power of Mind Radar Bali : ‘Toxic Comparison’ Mempengaruhi Di Dunia Nyata

Rubrik Power of Mind Radar Bali : ‘Toxic Comparison’  Mempengaruhi Di Dunia Nyata

 

Rubrik Power of Mind Radar Bali : ‘Toxic Comparison’  Mempengaruhi Di Dunia Nyata

Edisi Minggu, 3 Agustus 2025


Ditulis Oleh :

Santy Sastra (@santysastra)

Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI

Indonesia's Mindset Motivator


Toxic comparison adalah perbandingan diri yang tidak sehat dengan orang lain, yang seringkali memicu perasaan negatif seperti iri, rendah diri, dan kecemasan. Perbandingan ini biasanya terjadi di media sosial, di mana orang cenderung menampilkan versi terbaik dari hidup mereka.

Toxic comparison berbeda dengan perbandingan yang sehat. Perbandingan sehat adalah ketika seseorang menggunakan perbandingan untuk termotivasi dan belajar dari orang lain. Namun, toxic comparison justru membuat seseorang merasa tidak cukup baik, tidak bahagia, dan bahkan depresi.

Media sosial sering menjadi tempat terjadinya toxic comparison karena orang cenderung memamerkan pencapaian dan kehidupan mereka yang terlihat sempurna, padahal mungkin tidak mencerminkan kenyataan.

Toxic comparison dapat berdampak buruk pada kesehatan mental, hubungan, dan produktivitas seseorang, yang berdampak negative seperti rendahnya kepercayaan diri, seseorang merasa tidak pernah cukup baik dan terus-menerus mencari validasi dari orang lain.

Kecemasan dan depresi, yaitu perasaan tidak mampu mencapai standar yang dipasang sendiri atau standar orang lain dapat memicu stres dan kecemasan yang berlebihan.

Hubungan yang retak karena perbandingan yang terus-menerus dapat menyebabkan iri, dendam, dan konflik dalam hubungan.

Kurangnya motivasi, mengakibatkan seseorang mungkin kehilangan motivasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri karena fokus pada kehidupan orang lain.

Contoh: Seorang wanita melihat foto liburan teman-temannya di media sosial dan merasa iri karena tidak bisa melakukan hal yang sama.

Seorang mahasiswa membandingkan nilai ujiannya dengan nilai teman-temannya dan merasa rendah diri karena merasa lebih buruk.

Seorang pekerja membandingkan gaji dan kariernya dengan rekan kerja dan merasa tidak puas dengan pencapaiannya sendiri.

Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda dan tidak ada standar tunggal untuk kesuksesan atau kebahagiaan.

Toxic Comparison” alias kebiasaan membandingkan diri yang bikin diri jadi minder, overthinking, bahkan merasa tidak pernah cukup.

Dalam hal ini media sosial memegang peranan penting pada fenomena toxic comparison di kalangan gen Z. Kita sering melihat sisi kehidupan “sempurna” yang diunggah orang lain, lalu membandingkannya dengan kehidupan . Padahal kita belum tahu sisi kehidupan mereka yang sesungguhnya.

Karena hidup bukan perlombaan, maka tugas kita  hanya focus on your own way. Masing-masing dari kita punya lintasan yang berbeda. Jadi, sia-sia ketika  berniat mengejar orang lain.

Pemicu dari toxic comparison adalah terlalu fokus dengan orang lain. Padahal, bisa jadi nilai yang kita miliki justru lebih baik ketimbang orang yang kita soroti. Sayangnya seringkali kita abai terhadap nilai diri kita dan tanpa sadar menjatuhkannya.

Yang  harus kita ingat, perbandingan yang berlebihan bisa mencuri kebahagiaan di depan mata.