Rubrik Power of Mind Radar Bali : Gray Divorce, Perpisahan Terjadi di Usia Senja
Edisi Minggu, 14 September 2025
Ditulis Oleh :
Santy Sastra (@santysastra)
Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI
Indonesia's Mindset Motivator
GRAY divorce atau perceraian abu-abu adalah fenomena perceraian yang terjadi pada pasangan yang berusia lanjut, biasanya 50 tahun atau lebih, setelah bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun menjalin hubungan pernikahan yang panjang. Istilah ini merujuk pada pasangan "beruban" atau lansia yang memutuskan untuk berpisah.
Ini adalah sebuah kondisi perceraian saat usia pasangan yang sudah tak muda lagi. Dikutip dari Verywell Mind. Pernikahan dalam jangka waktu yang lama memang tak selalu berakhir bahagia. Banyak pula pasangan yang akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Kesepian bisa menjadi salah satu rumah tangga jadi berantakan. Biasanya, saat anak-anak mereka sudah menikah dan membangun kehidupannya sendiri di luar, para orang tua hanya berdua dengan pasangan. Beberapa di antaranya merasa ‘kosong’ dan tak nyaman.
Pasangan yang mengalami grey divorce, biasanya mereka merasa kalau kekosongan itu muncul saat anak-anak sudah tak lagi di rumah. Hal tersebut menunjukkan bahwa koneksi dengan pasangan yang tidak baik sehingga memicu hal itu.
Masalah ini tak hanya terjadi pada anak muda, ternyata mereka yang berusia lanjut juga bisa mengalami ini. Pernikahan jadi di ujung tanduk saat pasangan memilih berselingkuh.
Rasa sakit tentu menyelimuti seseorang yang dikhianati, apalagi saat sudah menjalin hubungan dalam waktu yang lama. Belum lagi, mereka yang jadi korban perselingkuhan di usia 50an akan lebih sulit untuk pulih dibandingkan dengan yang masih muda
Sama seperti perselingkuhan, masalah keuangan juga menjadi salah satu poin pasangan putuskan berpisah. Pasangan yang mendekati usia pensiun, yang mengalami pertengkaran soal keuangan, kondisinya kerap kali lebih serius. Kalau sudah begini, biasanya akan sulit menemukan titik terang dan kedamaian. Salah satu jalan keluarnya hanya berpisah.
Orang-orang yang sudah berusia lanjut biasanya akan memiliki serangkaian masalah kesehatan yang mungkin tak diduga-duga. Lewat hal ini, ada pasangan yang akan setia menemani, tapi ada pula yang merasa tak sanggup mengurus sehingga lebih memilih untuk mengakhiri rumah tangga.
Menurut Verywell Mind, risiko perceraian lebih tinggi jika istri mengidap penyakit kronis, sedangkan pria yang menjadi cacat atau sakit tidak menghadapi tingkat risiko yang sama. Akan tetapi, hal tersebut tentu tak bisa disamakan pada tiap individu.
Usia lanjut ataupun pernikahan yang lama ternyata tak menjamin bahwa harapan di dalamnya akan selalu sama. Saat prioritas dan harapan seseorang berubah, maka semuanya sudah pasti tak akan lagi sama. Rumah tangga bisa goyah saat keduanya sudah tidak punya kecocokan soal visi dan misi.
Jadi ada berbagai alasan dan penyebab mengapa grey divorce terjadi. Kondisi emosional dan psikologis mereka yang mengalami ini juga sangat terdampak. Apalagi mengingat jika usianya sudah tak lagi muda.
Stres, depresi, anxiety, hingga perasaan hancur bisa dirasakan setelah perpisahan. Walau begitu, mereka semua yang mengalaminya sudah berusaha kuat untuk bisa bertahan walau akhirnya tidak sempurna.
Belajar menjadi bahagia lagi setelah perceraian adalah jatuh cinta pada diri sendiri dan mencari tahu lagi apa yang kita sukai. mungkin saja ada yang sudah lupa apa yang sebenarnya menjadi sumber kebahagiaan selain anak-anak. Coba lakukan aktivitas berbeda atau menekuni hobi baru.
Perceraian mepengaruhi diri secara emosional, dan bahkan setelah perceraian, bergumul dengan perasaan kesepian, pengabaian, nostalgia, atau kemarahan. Bahkan jika menjalani proses perceraian yang damai, tetap dapat menghadapi gejolak emosi yang sulit, yang dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesehatan secara keseluruhan. Luangkan waktu untuk memproses emosi secara sehat dan rawat diri. Sering-sering bertemu dengan teman-teman yang dapat memberi dukungan positif dan jangan lupa, aktif berolahraga.
.png)
