Rubrik Power of Mind Radar Bali : The Silent Struggle, Ketika Jeda Menjadi Kekuatan Baru
Edisi Minggu, 30 November 2025
Ditulis Oleh :
Santy Sastra (@santysastra)
Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI
Indonesia's Mindset Motivator
SILENT struggle adalah perjuangan mental yang senyap dan tidak terlihat, di mana seseorang menghadapi masalah pribadi atau emosional tanpa menunjukkannya kepada orang lain.
Istilah ini bisa merujuk pada berbagai hal, seperti krisis kesehatan mental, perjuangan akademik, atau tekanan lainnya yang dialami secara diam-diam, sering kali karena takut dianggap lemah atau tidak ingin merepotkan.
Seringkali kita berjuang diam-diam, memendam hal-hal yang tidak kita bagikan kepada siapa pun. Tapi yang lebih berbahaya dari silent struggle bukan hanya keberadaannya, melainkan saat kita tidak menyadari apa yang sebenarnya kita gumulkan.
Kalau kita tidak sadar, pergumulan itu bisa tumbuh jadi akar pahit, membentuk pola hidup yang salah, bahkan menjauhkan kita dari tujuan Tuhan. Karena itu, penting untuk berhenti sejenak, mengenali struggle kita, dan jujur pada diri sendiri.
Kesadaran adalah langkah awal. Tapi tidak berhenti di sana. Tuhan menginginkan kita untuk bertumbuh dan terus memperbaiki diri. Artinya, setiap kali kita menemukan kelemahan, kita belajar menghadapinya, bukan menutupinya.
Kita mungkin jatuh berulang kali, tapi kesadaran membuat kita bisa bangkit lebih cepat, belajar lebih dalam, dan hidup lebih selaras dengan kehendakNya.
Silent struggle bukan akhir, tapi kesempatan untuk mengenal diri lebih baik dan untuk mengalami kuasa Tuhan dalam perubahan hidup kita.
Silent Struggle selain terjadi di kantor , tetapi banyak juga pasangan yang mengalami dalam Pernikahan Silent struggle adalah kondisi ketika konflik emosional, rasa kecewa, atau ketidakpuasan dalam pernikahan tidak pernah benar-benar diungkapkan.
Pasangan mungkin tetap terlihat harmonis di luar, tapi di balik pintu rumah, komunikasi dingin, jarak emosional terbentuk, dan kebutuhan batin tidak terpenuhi.
Menurut pakar hubungan dari The Gottman Institute, Dr. John Gottman, prediktor utama keberhasilan hubungan bukanlah ada atau tidaknya konflik, melainkan bagaimana pasangan merespons kebutuhan emosional satu sama lain.
Untuk menghadapi silent treatment, tetap tenang dan jangan membalas dengan diam. Cobalah mendekati secara baik-baik dengan menggunakan kalimat "saya" untuk mengungkapkan perasaan Anda, seperti "Saya merasa bingung saat Anda diam," tanpa menyalahkan.
Berikan waktu jeda agar emosi mereda, tunjukkan bahwa Anda tetap terbuka untuk bicara saat mereka siap, dan fokuslah pada diri sendiri dengan melakukan aktivitas yang menenangkan.
Jika silent treatment sering terjadi dan mulai mengarah pada kekerasan emosional, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari hipnoterapis atau konselor profesional untuk mendapatkan solusi jangka panjang.
.png)
