Rubrik Power of Mind Radar Bali : Dampak Fatherless bagi Perkembangan Anak
Edisi Minggu, 21 September 2025
Ditulis Oleh :
Santy Sastra (@santysastra)
Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI
Indonesia's Mindset Motivator
FATHERLESS adalah kondisi di mana anak tidak memiliki figur ayah atau kehadiran ayah yang berperan aktif secara fisik maupun psikologis dalam kehidupannya.
Fenomena ini dapat terjadi akibat ayah tidak hadir secara fisik (misalnya karena perceraian atau meninggal dunia) atau hadir secara fisik namun tidak memberikan perhatian, kasih sayang, dan bimbingan yang cukup.
Dampaknya pada anak dapat berupa masalah emosional, kesulitan identitas, hingga perilaku negatif.
Fenomena fatherless atau ketidakhadiran ayah ini rupanya menjadi satu masalah yang cukup besar di tanah air. Sebab, Indonesia berada di urutan ketiga di dunia sebagai negara tanpa ayah (fatherless country)
Dinobatkannya Indonesia menjadi fatherless country ketiga di dunia menandakan bahwa banyak anak Indonesia yang tidak merasakan sosok ayah dalam kehidupannya. Namun, anggapan bahwa ayah hanya bertanggung jawab dalam memberi nafkah menjadi tonggak utama pengasuhan di Indonesia.
Psikolog dari Amerika Edward Elmer Smith mengungkapkan, fatherless country merupakan kondisi di mana masyarakat suatu negara tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figur ayah dalam kehidupan sehari-sehari anak. Bukan hanya tidak terlibat secara ruang dan waktu, ketidakhadiran sosok ayah ternyata turut memengaruhi kondisi psikis dan psikologis seorang anak.
Para anak yang terbiasa tidak memiliki figur ayah dalam hidupnya biasanya berujung merasakan father hunger. Father hunger atau kelaparan akan sosok ayah menyebabkan para anak mengalihkan kebutuhannya tersebut kepada hal lain sebagai pelampiasan. Di mana kenyataannya, pengalihan tersebut justru menyebabkan masalah baru yang membahayakan.
Kelaparan akan sosok ayah sendiri mengakibatkan kondisi psikologis anak menjadi tidak matang. Tidak matangnya kondisi psikologis anak menyebabkan anak memiliki self-esteem atau penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Selain itu, anak juga lebih mudah takut dan cemas, tidak merasa aman baik secara psikologis maupun psikis, penyimpangan seksual, gangguan kejiwaan, hingga kenakalan remaja.
Berbagai masalah di atas, lahir karena ketidakseimbangan peran antara ayah dan ibu, sehingga anak tidak merasakan “keutuhan”.
Melansir dari laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, ibu dengan sisi emosionalnya berperan untuk mengajarkan anak mengenai kasih, sayang, dan empati. Sedangkan, ayah dengan sisi logikanya, mengajarkan anak mengenai kemandirian, kedisiplinan, dan pengambilan keputusan yang logis.
Para ayah dapat mewujudkan interaksi dan perannya melalui lima hal, yaitu membantu anak dalam menyelesaikan masalah, menjadi teman bermain bagi anak, dan mengajarkan anak mengenai perilaku apa saja yang bisa diterapkan dalam kehidupan sosial. Selain itu, ayah juga bisa turut membantu dengan menyiapkan segala kebutuhan dan membimbing anak agar siap menghadapi tantangan hidup di masa depan.
Dengan begitu, kondisi fatherless yang dapat merenggut masa depan para anak ini bisa diberantas.